Tuesday, March 14, 2006

Razia Tempat Esek-Esek

Untuk kedua kalinya, saya ingin menulis tentang razia tempat esek-esek yang lagi gencar dilakukan aparat keamanan di wilayah Jakarta Barat dan Pusat. Kalau pada tulisan sebelumnya, saya lebih menyoroti alasan dibalik razia tersebut, sekarang saya ingin melihat sisi lainnya.

Fakta menunjukkan bahwa jumlah pengangguran di negeri ini dari tahun ke tahun terus bertambah. Pertumbuhan ekonomi tidak pernah bisa menyerap angkatan kerja baru, apalagi menyerap penganggur tahun-tahun sebelumnya. Pada titik ekstrim, bisa dikatakan, pemerintah telah gagal menyejahterahkan rakyatnya.

Di sisi lain, sistem ekonomi yang berlaku sekarang lebih menekankan peran swasta dari pada pemerintah untuk menggelindingkan roda ekonomi. Pemerintah lebih banyak berfungsi sebagai regulator.

Pada titik ini, menjadi pertanyaan saya adalah: pantaskah pemerintah menutup tempat-tempat esek-esek tersebut? Mari kita berhitung sebentar. Bila di seluruh Jakarta terdapat seratus panti pijat plus-plus atau bordello, dan setiap panti pijat tersebut mempekerjakan sekitar seratus orang, berarti ada 10 ribu lowongan kerja. Ini belum dihitung mitra-mitra kerja mereka, seperti tempat laundry, tukang parkir, pemasok food & beverage dan sebagainya. Dalam kalkulasi sederhana bisa sebanding jumlah tenaga kerjanya. So, berarti dari seratus tempat tersebut bisa menyerap 20 ribu tenaga kerja.

Bayangkan, berapa dana yang harus dikeluarkan pemerintah DKI Jakarta untuk menyerap tenaga kerja 20 ribu orang? Sekadar perbandingan, proyek monorel Sutiyoso dengan investasi sekitar Rp 5 trilyun diperkirakan bisa menyerap 10 ribu tenaga kerja. Katakanlah proyek ini akan berjalan selama dua tahun, berarti ke-sepuluh ribu tenaga kerja tersebut akan aman selama itu. Setelah itu? Kembali menganggur, menunggu proyek lain. Karena mereka akan digantikan oleh tenaga kerja baru untuk operasional monorel, yg jumlahnya tentunya akan lebih sedikit.

Bandingkan dengan tempat pijat plus-plus yang "tidak ada matinya". Bahkan berdasarkan kesaksian dari para pemijatnya, mereka sendiri bisa membuka lowongan kerja baru. Misalnya, membelikan motor untuk dibuat menjadi ojek bagi saudaranya.

Fakta lainnya, para pemijat ini punya siklus hidupnya sendiri. Akan selalu ada pemijat baru dan pemijat lama akan menikmati jerih payahnya, bisa menjadi istri seseorang atau membuka usaha sendiri. Secara sederhana, kita bisa melihat bahwa tempat esek-esek tersebut memberikan sumbangan yang konstan bagi pertumbuhan ekonomi negara ini.

So, mengapa usaha mereka harus dirazia, dijadikan kambing hitam rusaknya moral bangsa? Bagi saya moralitas bangsa ini tidak diukur dari seberapa banyak tempat maksiat di negeri ini. Apakah bila semua tempat maksiat ditutup untuk selamanya, moralitas bangsa Indonesia akan langsung meroket menjadi yang tertinggi di seluruh dunia?

Fakta menunjukkan bahwa dalam hal korupsi, kita berada dalam peringkat keenam terendah dari 158 negara. Dan dengan sangat gamblang, korupsi ini telah sangat menghambat upaya pemberantasan kemiskinan. Kenapa? Karena dunia usaha mau nggak mau membebankan “ongkos kemahalan” tersebut kepada konsumen. Masyarakat terpaksa membayar produk lebih mahal. Bahkan tidak jarang melebihi kemampuan daya belinya. Di sisi lain, hal tersebut menjadikan Indonesia kurang menarik bagi para investor.

Lebih tidak bermoral siapa, para koruptor--dari mulai kelas eri sampai kelas kakap--atau para pengusaha bisnis esek-esek? Siapa yang lebih memberikan sumbangsih bagi pertumbuhan ekonomi?

Seperti halnya dalam perjudian, saya lebih setuju legalisasi prostitusi. Legalisasi akan lebih menguntungkan bagi negara daripada tetap diberi cap ilegal. Bisnis tumbuh secara pasti, pendapat pajak benar-benar masuk kas negara--bukannya seperti sekarang masuk ke kas oknum-oknum tertentu.

Sebagai catatan akhir, saya tidak akan menggiring persoalan ini dalam tataran agama. Agama dan negara adalah dua entitas yang berbeda. Walaupun di antara keduanya akan selalu terdapat titik singgung.***

6 Comments:

At 4:48 AM, Anonymous Anonymous said...

Mas,

Saya setuju sekali dengan pendapat anda. Kalau dipikir-pikir, razia2 tersebut hanyalah untuk menunjukkan ke masyarakat kalau polisi itu punya kerjaan, dan dipicu oleh ribut2 mengenai masalah pornografi. Padahal kalau diperhatikan, mobil2 polisi sering beredar di daerah mangga besar dan sekitarnya untuk memungut duit dari tempat2 hiburan malam. Coba anda duduk2 di belakang hayam wuruk plaza, hampir setiap 5-10 menit, akan datang mobil polisi yang meminta amplop. Shit!!

Penyakit moral utama bangsa ini (korupsi) tidak pernah dirazia. Tapi dari seluruh hal di atas, paling sebel lihat FPI. Kelompok teror tersebut harusnya dihapus dari muka bumi ini!!!

 
At 3:28 PM, Anonymous Anonymous said...

Saya setuju korupsi diberantas. Harus. kalau perlu FPI dialihtugaskan kepada pemberantasan korupsi, gebukin aja koruptornya.
Tapi bung anonim yang saya hormati, FPI tidak boleh dihapus dari muka bumi dan bukan kelompok teror. FPI adalah cerminan ke-banci-an aparat dalam menindak kemaksiatan. FPI lebih baik daripada seorang laki2 yang mengkhianati keluarganya dengan "jajan" di tempat prostitusi. JAUH LEBIH BAIK. Bahkan lebih baik dari polisi yang minta setoran dari tempat2 seperti itu. Lebih baik dari orang yang cuman bisa ngomong moral bangsa ini jelek tapi ngga berani melakukan action apapun.

Boleh ngga saya bertanya, punya cukup nyali-kah anda jika harus melakukan hal-hal seperti FPI? Siapkah anda dipenjara karena melakukan sesuatu yang tidak membawa keuntungan apapun bagi anda secara individu maupun kelompok? Berani??

FPI salah karena tidak mengikuti aturan dan anarkis. Saya setuju. Tapi mengapa mereka seperti itu? apa sebabnya? mereka gatal karena pemerintah diam saja

Terima kasih

 
At 11:23 PM, Anonymous Anonymous said...

Emang kesian para PSK itu. Mereka kan terpakasa kerja kaya' gitu. Mereka harus menghidup anak dan orang tuanya. Mereka adalah "pahlawati."

Kalau engga ada yg "belanja", mereka akan punah dg sendirinya. Lha yg belanja buanyak kok, walaupun engga sebanyak jaman tahun 70-an dan awal taun 80-an.

si Jablai

 
At 11:02 AM, Anonymous Anonymous said...

gue setujuuuuuuuuuu bangetttt dengan ini....Kalau boleh, ini blog gue post and forward ke email2..Indonesia memang negara paling munafik....razia tempat esek-esek dan yang lain lain, padahal korupsi, kolusi dan nepotisme bahkan aparat2 yang benar2 paling bejat, tapi sok razia beginian...Buat aparat dan pemerintahan:, tolong ngaca dulu...Pakai otak dan baru deh ngomong....

 
At 6:26 AM, Anonymous Anonymous said...

Pemikiran yg cemerlang

Bukankah dunia prostitusi adalah salah satu korban dari para koruptor,
Paling ironis para pekerja sex terlanjur berlumpur karena himpitan ekonomi, karena hak mereka dirampas para koruptor..

Alangkah indahnya kalau negara ini subur dan makmur sampai ke golongan sosial yg paling rendah karena hak rakyat bener2 balik kerakyat...dalam kata lain tidak ada lagi kemiskinan...

So dunia prostitusi lebih spesifik adalah kebutuhan dan kesenangan...bukan menjadi keterpaksaan penjajanya...

 
At 3:50 PM, Anonymous Mustika said...

nice shre menambah wawasan baru..salam kenal yah

 

Post a Comment

<< Home