Tadi pagi saya mengantarkan adik ipar ke daerah Senen untuk memasukkan lamaran kerja ala walk in interview. Maklum adik ipar saya ini buta sama sekali dengan Jakarta. Tahunya Bandung saja. Kebetulan di gedung tempat perusahaan tersebut, ada saudara saya yang bekerja, tapi beda perusahaan. Jadilah sembari menunggu wawancara sang adik ipar, saya ngobrol-ngobrol dengan saudara saya tersebut.
Sekitar setengah jam kemudian, adik ipar saya keluar. Dalam perjalanan pulang, dia pun bercerita. Ceritanya, perusahaan tersebut bergerak di bidang distribusi kosmetik. Bagi para pelamar kerja yang berminat untuk bergabung mereka harus mengikuti pelatihan terlebih dahulu. Dan dari pelatihan nanti perusahaan akan memutuskan apakah pelamar bersangkutan akan diterima kerja atau tidak. Dalam benak saya: keren juga nih perusahaan.
Kekaguman saya langsung berbalik menjadi curiga ketika adik ipar saya menjelaskan lebih jauh bahwa untuk ikut pelatihan tersebut para peserta dipungut bayaran sebesar Rp 120.000. Konon, ini nantinya untuk biaya pembicara dan konsumsi selama pelatihan.
Insting gua mengatakan ini adalah modus baru mencari uang dengan cara mudah. Bayangkan saja, bila tiap hari jumlah pelamar yang datang sekitar 50 orang, dalam dua minggu mereka bisa mengeruk duit sebesar Rp 60.000.000. (Saya telah membaca iklan lowongan mereka dua kali di koran Lowongan Kerja yang terbit mingguan).
Saya tidak mengatakan bahwa mereka perusahaan gadungan. Tidak sama sekali. Mereka memang benar perusahaan yang bergerak di keagenan kosmetik. Tapi yang saya sesalkan adalah cara mereka mengeruk duit dari para pelamar kerja. Mereka tahu bahwa di ibukota Jakarta ini sulit dapat pekerjaan sementara para pencari kerja berjibun. Nestapa orang malah menjadi rejeki bagi mereka! Sungguh ironis, bukan!?***
0 Comments:
Post a Comment
<< Home