Thursday, May 12, 2005

Legalisasi Judi, Kenapa Tidak?

Tadi siang puluhan mahasiswa dari berbagai universitas berunjuk rasa di Gedung DPRD Jakarta. Mereka menuntut ketegasan para wakil rakyat itu dalam memberantas praktik perjudian di Jakarta. Sebelumnya, beberapa hari yang lalu, puluhan mahasiswa di Bekasi juga meneriakkan tuntutan yang sama.

Merunut ke belakang, ini bukan kali pertama para mahasiswa menuntut pemberantasan korupsi, sudah puluhan kali malah. Pertanyaan kemudian adalah mengapa perjudian tetap marak dan Pemprov DKI serta DPRD sekadar memberi janji surga, tanpa pernah bisa benar-benar memberantas judi?

Ada dua faktor yang bisa diajukan. Pertama, seperti halnya pelacuran, judi adalah praktik purba yang terus hidup dan berkembang hingga kini. Sekeras apapun usaha pemerintah memberantas korupsi, judi tidak akan pernah bisa dikikis habis! Judi telah menjadi bagian dari sifat manusia itu sendiri. (Bahkan bagi etnis tertentu, judi telah menjadi bagian tak terpisahkan dari budaya mereka). Dalam hidup, manusia selalu dihadapkan kepada pilihan dan ketika ia harus memilih, ia harus siap pula dengan resikonya. Perjudian juga mengambil wujud yang sama, memberi pilihan kepada manusia. Sifat hakiki inilah yang disadari oleh para pengelola judi dan dicari para penjudi. Simbioasa mutualisme yang sempurna.

Faktor kedua adalah besarnya perputaran duit dalam praktik perjudian tersebut, yang bisa membuat tergiur siapa pun yang terlibat di dalamnya, langsung maupun tidak langsung. Para mahasiswa yang berdemo tersebut tidak salah ketika mengatakan bahwa judi di Jakarta dibeking oleh aparat. Itu sudah keniscayaan, karena bagaimana mungkin suatu yang illegal bisa terus ada bila tidak ada "bapak pelindung"-nya?

Sampai kapan pun, selama negeri ini masih negara sekuler, judi tetap akan ada. Tindakan penertiban oleh pemerintah hanya kosmetik belaka. Seorang saudara saya yang kebetulan bekerja di salah satu tempat perjudian terbesar di kawasan Kota bercerita kepada saya. Ketika akhir tahun lalu ada penertiban tempat perjudian di kota dan diliput luas oleh media massa, mereka tinggal memindahkan tempat ke Bogor, walaupun tentunya dengan skala kecil. Sekarang mereka telah beroperasi normal kembali di tempat semula.

Saya jadi teringat dengan zaman Bang Ali tempo doeloe ketika ia melegalisasi judi di Jakarta. Pembangunan Jakarta dulu adalah hasil dari retribusi judi. Jujur saja, saya mengimpikan seorang "Bang Ali" lain sekarang ini, yang berani mengambil kebijakan berisiko tinggi dan bisa mempertanggungjawabkannya.

Sudah bukan rahasia umum lagi ratusan milyar duit para penjudi negeri ini menguap di negeri lain, karena tidak adanya fasilitas perjudian yang benar-benar aman di sini. Puluhan milyar, bahkan mungkin ratusan milyar retribusi judi yang seharusnya bisa diraup Pemda DKI dari judi illegal yang ada sekarang, masuk begitu saja ke kantong pribadi para aparat.

Bayangkan, berapa banyak sarana sosial yang bisa dibangun setiap tahunnya di sekitar Jakarta dari retribusi judi tersebut. So, mengapa kita menjadi orang-orang yang sok moralis? Kalau pun kita harus berdebat dari sisi etika atau moral, saya tidak melihat adanya nilai-nilai moral yang dilanggar ketika judi dilegalisasi. Apakah Anda, yang tidak ada kaitan dengan saya, misalnya, dirugikan ketika saya menjudikan uang saya? Atau lebih menohok lagi, apakah ketika orang berjudi, berarti moralitasnya rusak, sementara dalam hidup ini manusia selalu harus berjudi untuk bisa terus bertahan hidup?

Mungkin Anda akan mengatakan kepada saya: Lihat! Banyak orang yang hidupnya dan keluarga hancur karena judi. Ya, Anda benar. Tapi saya juga akan mengatakan kepada Anda, bukan judi yang membuat ia dan keluarganya hancur, tapi sifat buruk dari dirinya lah yang menjadi penyebabnya.

Saya yakin, bahwa penjudi yang hidupnya dan keluarganya hancur karena judi, pada dasarnya ia bukanlah penjudi (gambler). Judi adalah permainan bukan bisnis untuk menghidupi diri dan keluarga. Pengelola judilah yang berbisnis, bukan penjudi.

Saya sepakat bahwa judi gelap yang menggerogoti kehidupan masyarakat lapis bawah sangat pantas untuk diberantas. Tapi, menolak legalisasi judi, bukanlah pilihan bijak. Legalisasi judi adalah salah satu jalan keluar redistribusi pendapatan masyarakat kelas menengah atas untuk menyediakan sarana dan prasarana bagi kalangan masyarakat bawah. **

1 Comments:

At 9:06 PM, Anonymous Anonymous said...

Pemikiran loe sama kyk gue.Gue juga merindukan seorang pemimpin seperti Bang Ali
Ya ampun gue sedih bgt kalo baca pemikiran2 Bang Ali, sedih krn kenapa sekarang ga ada lagi org yg seperti dia.

 

Post a Comment

<< Home