In Memoriam Seorang Penjaja Bubur Ayam
Tadi pagi, gua menyempatkan diri baca tabloid Nova baru di rumah. Gua sangat terkejut ketika di salah satu halamannya termuat foto seorang penjaja bubur ayam yang sudah sangat gua kenal tampangnya. Si bapak biasa mangkal di pinggir jalan depan Kartika Chandra, dekat kantor gua. Jadi gua sering membeli bubur ayam beliau. Siapa nyana, si bapak, yang namanya nggak gua tau pasti, itu meninggal dunia karena gantung diri.
Gua semakin terkejut ketika membaca alasan dibalik tindakan nekatnya itu: gerobak buburnya telah dirampas petugas tramtib! F*** you, tramtib!!! Pernah nggak sih mereka membayangkan bahwa tindakan mereka bisa mengambil nyawa orang. Bisa menghancurkan satu keluarga!?
Terus terang, gua juga pengin Jakarta terlihat lebih rapi, tapi apakah tidak ada cara yang lebih beradab untuk menegakkan aturan? Apa salahnya sih buat plang di pinggir jalan tersebut, yang memuat peraturan pemda bahwa berjualan di pinggir jalan akan dihukum sekian bulan ato denda sekian bulan. Setahu gua perda itu ada kog!
Bagi gua, tidak pada tempatnya tramtib merampas gerobak dorong para penjaja kaki lima. Yang harus dilakukan adalah membawa mereka ke pengadilan, kalau memang mereka bersalah.
Gua yakin tindakan main hakim sendiri dilakukan mereka, karena alasan takut kalau pake jalur hukum, ntar mereka juga yang kena getahnya. Getah apaan? Sudah rahasian umum bukan, sebenarnya para petugas itu mengutip retribusi liar bagi para PKL. Mereka baru akan menggaruk kalo ada perintah langsung dari atasannya. Sehari-harinya, ya ambil "jatah preman"!
Akhir kata, semoga arwah Bapak Penjaja Bubur Ayam almarhum diterima di sisi-Nya... **