Barusan saya menelpon Izzi Pizza Menteng, memesan Beef 'n Izzi untuk di antar ke kantor. Saya tahu nomor telpon mereka dari
situs webnya. Telpon punya telpon akhirnya si mbak di seberang sana mengkonfirmasikan harga pesanan saya. Saya sedikit terkejut ketika harga yang dia katakan jauh dari badrol yang ada di situsweb mereka. Ketika saya menanyakan perbedaan harga ini, si mbak-nya mengatakan bahwa harga di situsweb tersebut mungkin harga lama. Ya, sutralah... Saya mengiyakan memakai harga baru, secara saya lebih membutuhkan
box-nya untuk jadi contoh bagi designer saya yang sedang menggarap proyek klien.
Kejadian di atas lagi-lagi menyadarkan saya betapa banyak pemilik situsweb di negeri ini kurang menghargai situsweb-nya sendiri sebagai alat pemasaran. Pengalaman saya membuat situsweb perusahaan dan menjelajahi situs-situsweb perusahaan yang ada menunjukkan bahwa sebagian besar dari mereka ogah-ogahan meng-update situsweb-nya. Malah banyak di antaranya sekadar ada, hanya untuk status atau karena memang tuntutan pasar.
Anehnya, akhir-akhir ini saya sering mendapatkan kartu nama yang di dalamnya telah mencantumkan alamat website perusahaan. Tapi ketika diklik informasi yang ada hanya segitu-gitunya. Banyak pula perusahaan yang sekadar memakai
domain name untuk alamat surat-menyurat. Aneh, punya
domain name untuk surat-menyurat, tapi tidak punya situsweb!
Saya menyadari bahwa banyak perusahaan ogah membuat situsweb karena melihatnya sebagai beban biaya tersendiri, yang memberatkan biaya operasional perusahaan. Padahal, pada hemat saya, membuat situsweb perusahaan itu tidak mahal-mahal amat. Sangat tergantung kepada apa tujuan dari situsweb tersebut dilakukan. Dengan duit Rp 5 juta, mereka sebenarnya sudah bisa mendapatkan situsweb yang bagus. Ditambah biaya hosting dan perawatan setahun, katakan totalnya menjadi Rp 8 juta. Masih murah, bukan? Berikutnya beban biaya tinggal Rp 3 juta per tahun.
Memang untuk mendapatkan situsweb yang lebih bagus, harganya lebih bagus juga. Tapi tidak perlu sampai ratusan juta. Berdasarkan pengalaman, dengan biaya Rp 50 juta-an, Anda sudah bisa mendapatkan situsweb yang cukup canggih.
Kembali ke contoh kasus di atas, kalau sedari awal pihak Izzi Pizza melihat situsweb sebagai alat pemasaran, sudah seharusnya mereka melakukan update berkala. Sehingga orang seperti saya tidak harus terkejut karena selisih harga yang ada di situsweb dan di
outlet. Di sisi lain, ini akan menambah kepercayaan saya terhadap Izzi Pizza.
Berdasarkan data yang ada, 40% pengguna internet di Indonesia mengakses internet melalui kantor. Ini sebenarnya merupakan pangsa pasar potensial. Karena mereka sudah memiliki penghasilan sendiri dan cenderung konsumtif. Menggunakan internet untuk menggugah minat mereka tentunya menjadi salah satu pilihan yang sangat pantas untuk dicoba.***