Beberapa waktu yang lalu di sebuah milis para pekerja iklan, salah satu sesepuhnya menghembuskan isu tentang dunia per-dugem-an. Salah satu pokok pikiran yang ada dalam tulisan sesepuh tersebut adalah bahwa dugem selalu identik dengan narkoba dan seks bebas.
Saya, yang dulu pernah jadi “buaya dugem” tentu saja kurang setuju dengan argumen tersebut. Ada benarnya, tapi tidak sepenuhnya benar. Citra tempat dugem sebagai sarang narkoba dan sek bebas sebenarnya merupakan citra yang tidak pada tempatnya. Dugem di klub-klub malam sama saja dengan hang out di tempat lain seperti ke tempat karaoke, bilyard, bahkan nonton film di bioskop. Ini hanya masalah selera.
Tempat dugem juga berjenis-jenis, sesuai dengan selera musik, atmosfir dan isi kantong. Ada yang disebut dengan “musik Kota” dan “musik Selatan”. Ada yang coba menawarkan atmosfir minimalis, groovy, ghotic dan lain-lain. Ada untuk kelas bawah, menengah dan atas.
Kalau narkoba berupa inex disebut identik dengan dugem, bisa ada benarnya kalau kita mengacu ke tempat dugem yang membawakan “musik Kota”. Di Kota sana, dari waiter sampe satpam bisa berperan sebagai pengedar ineks. Tapi kalau Anda pecinta “musik Selatan”, ineks nggak ada enaknya sama sekali untuk dibuat goyang. Bagaimana dengan narkoba jenis lain seperti ubas atau cimenk? Kedua jenis narkoba ini sih nggak ada hubungannya dengan per-dugem-an. Ngubas mah ya ngubas saja, mo dugem ato nggak sama saja! Demikian juga untuk cimenk.
Sekarang bagaimana dengan seks bebas? Lagi-lagi ini menurut saya merupakan salah kaprah mengidentikan kehidupan dugem dengan seks bebas. Kalau pada dasarnya Anda penganut seks bebas dan bertemu dengan penganut yang sama di tempat dugem serta merasa ada chymestry, ya sah-sah saja bila pada akhirnya pulang dugem berakhir di ranjang. Tapi apakah hanya di tempat dugem hal ini bisa berlangsung? Nggak juga. Bahkan di tempat pusat-pusat perbelanjaan pun Anda bisa menemukan cewek-cewek bispak (bisa pake). Lagi-lagi yang penting adalah cymestry. Kalau Anda bukan penganut seks bebas, tentunya kejadian sex after clubbing tidak akan terjadi sama sekali.
Dugem pada dasarnya adalah media untuk melepas stres, untuk relaksasi diri, bukan untuk melarikan diri dari masalah atau untuk hunting cewek/cowok. Dugem juga bisa dipakai untuk sosialisasi, mendapatkan teman baru, syukur-syukur bagi yang jomblo bisa dapat pacar.
Seperti yang telah saya singgung di atas, ada tiga elemen penting dalam bisnis dugem: musik, atmosfir dan target market. Ketiga elemen ini saling terkait. Seorang DJ dengan musik yang diusungnya sangat mempengaruhi siapa clubber yang bakal datang ke tempat tersebut. Tidak berlebihan bila yang namanya resident DJ memegang peranan sentral untuk mendatang pengunjung.
Karena itu pulalah, sebagian dugem-ers cenderung fanatik pada musik dan DJ tertentu. Bila DJ Riri, misalnya lagi tampil di Embassy, dia pasti akan datang ke sana. Kalau minggu depannya DJ Riri tampil di Centro, ya, dia ngikut. Mereka sudah seperti grouppies saja.
Begitu pula atmosfir tempat. Atmosfir ini tidak semata-mata berkaitan dengan interior tapi juga bagaimana sebuah kerumunan massa (crowd) terbentuk dan berperilaku. Ada orang yang senang dengan crowd yang ”sopan-sopan”, ada juga yang senang crowd yang ekpresif.
Ada juga tempat yang sadar dari awal bahwa tempatnya akan laku kalau melakukan strategi pricing yang benar. Ambil contoh Nu China dan Second Floor yang terkenal dengan harga minumannya yang murah meriah. Soal DJ dan atmosfir tempat, ya so-so saja lah. Beda jauh misalnya dengan Dragonfly atau Ego (tempat VIP Member-nya X2) yang harga minumannya sangat menguras kantong. Mau harga murah atau harga mahal, semua punya pasarnya masing-masing.
So, kalau Anda memang pengen dugem, ya silahkan dugem saja. Buang pikiran kalau Anda akan terlibat masalah narkoba atau bakal menjadi penganut seks bebas karenanya. Just do it yourself! ***