Saturday, November 27, 2004

Golden Crown

Setelah dibuka lebih dari setahun yang lalu, seminggu yang lalu saya menyempatkan diri untuk datang ke Golden Crown (GC). Dari kabar yang saya dengar dari teman, diskotiknya lebih oke dari Millenium yang ada di Gadjah Mada Plaza atau pun di 1001. Benar saja. Tempat ini memang tidak ada matinya. Penuh sesak dan house music-nya terasa enak di telinga.

Walaupun sajian utamanya house music, setiap minggunya GC selalu menampilkan penyanyi atau grup band ternama. Ini merupakan daya tarik yang tidak dimiliki diskotik lain yang pernah saya kunjungi.

Dua hari yang lalu saya lagi-lagi datang ke GC. Kali ini dengan niat pengin lebih jauh mengetahui dunia gemerlap yang berlangsung di sini. Hmm... ternyata sungguh menggairahkan. Bila Anda datang sendirian, tidak perlu takut tidak bakal dapat pasangan untuk melantai. Di sini banyak terdapat perempuan penjaja kehangatan. Tapi dengar-dengar, harap hati-hati dengan mereka. Ada kalanya mereka juga berprofesi ganda sebagai pencopet dengan bersengkongkol sama teman-temannya. Untungnya saya belum mengalaminya.

Tipe lain adalah, perempuan-perempuan yang memang cuman ingin have fun. Nah, kalo yang ini Anda dapat, jempol buat Anda. Karena Anda tidak perlu membayar lebih. Anda cukup membeli dia "permen" dan air mineral atau miras. That's it!

Kalau beruntung, Anda bisa membawanya untuk check in sekalian. Asyik bukan!? :-) **

Monday, November 22, 2004

Cewek-cewek ABG Mengamen

Pengamen bukan lagi hal yang aneh bila kita naik bis kota dari mereka yang bersuara cempreng sampe yang benar-benar memiliki vokal yang bagus. Namun, baru kemarin, dalam perjalanan dari Jakarta ke Bekasi, saya bertemu dengan empat orang cewek pengamen yang masih berusia remaja yang lain dari yang lain. Tidak seperti pengamen ABG biasanya, mereka berpakaian rapi dan kulit serta wajah mereka terlihat terawat. Selain itu, suara mereka pun cukup enak di dengar dan kompak. Dari penampilannya, hampir dapat dipastikan mereka bukanlah anak-anak jalanan. Mereka punya orang tua dengan rumah lebih dari sekadar gubuk rewot.

Berbeda dengan pengamen ABG kebanyakan, vokal mereka juga cukup enak untuk didengar dan kompak ketika membawakan lagu. Terlihat jelas mereka telah melatih diri terlebih dahulu. Saya sampai bertanya-tanya dalam hati, apakah penampilan mereka itu dilandasi kesadaran profesionalisme? Walaupun itu sekadar mengamen di bis kota.

Kalau memang itu dilandasi profesionalisme, senaif apa pun istilah ini bagi mereka, sungguh saya pribadi patut berbangga. Bangga karena mereka menghayati profesi pengamen yang sedang mereka lakoni, terlepas itu karena terpaksa atau tidak. Bangga, karena mereka tidak menggunakan tubuh mereka yang terawat itu untuk terjerumus dalam pelacuran tersembunyi.

Mengapa saya menekankan yang terakhir ini? Karena ketika melihat mereka, saya langsung terbayang dengan kisah dalam film Virgin, yang mengambil tema sisi kelam kehidupan remaja ibu kota, yang menginginkan hasil yang serba instan. Sementara mereka, berusaha keras untuk menggali talenta yang diberi Tuhan kepada mereka.

Secuil kebanggaan itulah yang membuat saya tergerak untuk memberi selembar lima ribuan kepada mereka. Selembar rasa simpati yang patut mereka terima. **