Tahun depan, Bang Yos harus meletakkan jabatannya. Jabatan dua periode sebagai Gubernur Metropolitan Jakarta mau tidak mau harus diberikan begitu saja kepada penggantinya kelak. Maklum aturan main yang ada hanya membolehkan ke-gubernur-an dijabat dua kali, tanpa ada kekecualian.
Menjadi pertanyaan sekarang, apa yang pantas dikenang dalam dua periode kepemimpinan Bang Yos? Tentunya banyak prestasi yang dicatatnya, tapi, sekali lagi, apa yang pantas dikenang? Apa yang membuat Bang Yos, nantinya, akan selalu dibicarakan anak-cucu kita?
Jujur saja, selama ini bicara Jakarta orang tidak akan pernah lupa dengan jasa-jasa yang dilakukan oleh Ali Sadikin. Bang Ali telah membangun Jakarta dari sebuah perkampungan besar ke arah kota metropolitan, yang pantas disebut sebagai ibukota negara—terlepas dari cara-cara beliau yang menggalang dana yang dipandang haram oleh sebagian kalangan. Pada titik ini, Bang Ali bisa kita sebut sebagai Bapak Pembangunan Jakarta.
Bagaimana dengan para gubernur sesudahnya? Sudah cukuplah mereka dimasukkan dalam kaledioskopi sejarah Jakarta, sekadar menyebutkan bahwa dulu Jakarta pernah dipimpin oleh Si Anu, Si Polan dan sebagainya, tanpa sebuah jejak yang pantas dikenang turun-temurun.
Baru lah ketika Bang Yos memegang tampuk kepemimpinan, ada terobosan baru yang terasa menyegarkan. Satu yang patut dicatat adala kengototan Bang Yos untuk membenahi transportasi Jakarta. Jejak Sutiyoso di bidang ini mulai terasa ketika diberlakukan kebijakan 3 in 1 di jalan-jalan protokol Jakarta. Sedikit banyak ini mengurangi kemacetan. Walaupun ada efek samping bermunculannya para joki 3 in 1.
Kebijakan lain yang cukup kontroversial adalah pengoperasian busway. Pada awalnya banyak pihak yang menentang konsep busway ini. Tapi setelah melihat hasilnya, mereka mulai mendukung, walaupun masih ada saja yang menolak. Bahkan sekarang setelah sukses dengan Koridor I jurusan Blok M-Kota, sistem busway diperluas hingga menjangkau titik-titik keramaian di Jakarta. Hingga tahun 2007 bakal ada tujuh koridor busway yang saling terhubung.
Proyek transportasi lain yang sedang digarap adalah monorel. Walaupun terlihat tersendat-sendat, proyek ini telah menunjukkan titik cerahnya dengan menggandeng investor dari Timur Tengah. Belum lagi bila nanti sistem kereta api bawah tanah terlaksana, yang menggandeng investor dari Jepang. Lengkaplah sudah Jakarta memiliki sistem transportasi massal terpadu.
Tentunya masih ada pe-er lain yang harus dikerjakan. Misalnya membatasi pemilikan mobil per keluarga, pembatasan usia kendaraan dan lain-lain, yang sifatnya mengurangi jumlah mobil pribadi di jalanan.
So, bukankah pantas bila Bang Yos kita beri gelar sebagai Bapak Transportasi Jakarta? ***