Busung Lapar
Berita busung lapar di Nusa Tenggara Timur hingga kini masih menghiasi halaman media massa kita, baik cetak maupun elektronik. Sungguh ironis, lumbung padi nasional itu malah menjadi lahan subur busung lapar.
Seperti tragedi kehidupan lain yang kerap menjambangi negeri ini, tragedi di satu tempat, sering kali menguak tragedi yang sama di tempat lain. Itulah yang kini mendera Jakarta. Ternyata, di ibukota metropolitan ini terdapat juga balita dan anak kecil yang terserang busung lapar. Tadi pagi ketika membaca korang Berita Kota, sudah ditemukan 18 kasus busung lapar, dari data terakhir 14 penderita.
Mungkin benar kata Bung Yos, Jakarta sebagai ibukota negara, harus menjadi cermin bagi kota-kota lain. Hanya cermin di sini bukan lagi semata-mata dalam pengertian sisi positifnya saja, tapi juga sisi negatif. Kalau di tempat lain ada busung lapar, sebenarnya, bukan hal yang susah untuk mencari kasus yang sama di Jakarta. Kalau ada penyakit polio di Bogor, di Jakarta juga pasti ada. Silahkan saja memperpanjang kasus-kasus buah kemiskinan lainnya, pasti Jakarta juga punya. Jakarta, gitu loh!!
Sayang memang, di periode kedua kepemimpinannya, Bung Yos tak juga sadar diri bahwa untuk membuat dirinya tercatat dalam tonggak sejarah, seperti yang pernah dilakukan Bang Ali Sadikin, tidak harus melakukan proyek-proyek mercusuar, yang lebih banyak mendapat antipati daripada simpati. Saya membayangan, bila mantan Pangdam Jaya, ini bisa menaikkan kesejahteraan rakyat miskin kota, ia pasti akan selalu tercatat dalam sejarah. Bahkan bila ia punya ambisi untuk menjadi Presiden, ia pasti bisa meraih kursi tertinggi tersebut.
Tapi, mungkin memang Bung yang satu ini bukan orang yang ambisi kekuasaan. Seperti yang pernah ia utarakan, ia tidak berminat untuk masuk partai. Si Bung sudah merasa cukup dengan apa yang dia dapat sekarang. ***