Polisi Takluk di Tangan Preman
“…. Jangan sampai negeri ini jatuh ke tangan preman.” Pernyataan Gunawan Mohammad (GM) di atas terngiang di telinga saya ketika membaca berita bertajuk „Gerebek Narkoba, Polisi Dilempari Batu“ di Suara Pembaruan pada 8 Oktober lalu. (Karena pernyataan tersebut GM dituntut perdata oleh Tommy Winata, pengusaha yang ditengarai menjadi preman juga).
Alkisah, aparat kepolisian melakukan penggerebekan ke rumah Didi Haryanto (20), yang sehari-hari berprofesi sebagai pengedar ganja di Kampung Ambon. Bukannya mendapat barang bukti, malah polisi (dan wartawan yang beserta mereka) dilempari batu dan botol dari puluhan pemuda. Merasa tidak berdaya belasan aparat dan wartawan akhirnya lari menyelamatkan diri.
Sudah begitu parahnya wibawa polisi kita sehingga harus takluk kepada pemuda, yang besar kemungkinan adalah preman lokal? Terlebih yang namanya penggrebekan pasti aparat kepolisian membawa senjata api. Kenapa tidak ada upaya untuk memberi tembakan peringatan, misalnya? Ini malah melarikan diri!!
Apakah aparat bersangkutan tidak menyadari bahwa tindakan penyelamatan diri tersebut bisa menjadi preseden buruk? Bila nanti aparat datang ke kantong-kantong peredaran narkoba, langsung aja timpukin pakai batu dan botol, ntar juga polisinya langsung lari tunggang-langgang! Huah...!! Betapa menyesakkan!
Saya jadi membayangkan, kalau di tingkat kampung saja polisi bisa takluk sama preman, apalagi di tingkat nasional? Persoalannya mungkin tinggal pada cara saja. Semakin tinggi tingkatannya, semakin „halus“ cara mainnya.***