Thursday, April 21, 2005

Pramudi Transjakarta

Banyak cara dilakukan perorangan maupun lembaga untuk memperingati Hari Kartini, yang setiap tahunnya jatuh pada 21 April 2005. Apa yang dilakukan oleh pengelola Transjakarta, yang terkenal dengan busway-nya terbilang unik. Bertepatan dengan Hari Kartini, Transjakarta mengangkat 12 orang pengemudi wanita. Mereka diberi istilah "pramudi"-- entah dari mana asal-muasal kata ini.

Konon, di negeri ini, baru Transjakarta-lah yang memberi kesempatan kepada wanita untuk menjadi pengemudi. Kebijakan yang patut kita acungi jempol bukan?

Saya jadi teringat ketika tadi pagi menonton MTV di rumah sebelum ke kantor. Dalam salah satu acaranya, kedua VJ memakai pakaian tradisional. Yang wanita konon memakai pakaian tradisional Makassar. Menjadi kelihatan feminin memang, kontras dengan kebiasaan mereka sehari-hari yang cenderung menonjolkan lekak-lekuk tubuh.

Di sini ada situasi yang terasa kontras. Transjakarta memperingati Hari Kartini dengan aksi nyata yang mendukung emansipasi wanita, sementara MTV terjebak dalam simbolisme, sekadar menggenapi ritual tahunan. Dan saya yakin, masih banyak "MTV" lain yang melakukan hal yang sama. Sesuatu yang tentunya akan membuat Kartini menangis melihatnya dari alam sana. **

Tuesday, April 19, 2005

Demo Taksi Simpati

Kemarin, puluhan sopir taksi Simpati demo di depan Graha SCTV, yang letaknya selisih satu gedung dengan kantor saya. Awalnya, saya tak tahu pasti alasan mereka berdemo ria di siang hari itu, baru ketika membaca Warta Kota hari ini saya sedikit tahu duduk perkaranya. Kabarnya, SCTV menayangkan berita seputar perampokan oleh sopir taksi dan dua orang kawannya terhadap penumpangnya, yang kebetulan perempuan. Perampokan tersebut, oleh korban, disebut dilakukan sopir taksi Simpati. Penyebutan nama inilah yang menyulut rasa tidak puas para awak taksi Simpati. Karena, menurut mereka, penyebutan nama tersebut telah membuat pendapatan mereka anjlok.

Saya sendiri sekitar dua minggu yang lalu telah menerima email dari beberapa milis seputar aksi kejahatan di taksi Simpati dan sempat ngobrol-ngobrol dengan seorang sopir taksi Blue Bird mengenai kasus ini.

Dari hasil obrolan tersebut, saya bisa memahami mengapa kejadian di atas bisa terjadi. Pertama-tama adalah taksi bersangkutan tidak menerapkan peraturan yang melarang sopir taksi untuk aplusan dengan temannya. Boleh jadi, benar apa yang diklaim para pendemo taksi Simpati, bahwa ketika dicek, tidak ada satu pun awak taksinya yang merasa terlibat dalam aksi kejahatan tersebut. Tapi, apakah mereka tahu kalau teman yang menggantikan mereka melakukannya? Karena setahu saya, di taksi Simpati, yang sistemnya setoran, boleh-boleh saja si sopir taksi terdaftar digantikan temannya yang tidaka terdaftar. Bukan hal yang aneh lagi kalau gambar pengemudi yang ada di tanda pengenal, beda dengan sang pengemudinya.

Kedua, sistem setoran itu sendiri bisa menjadi faktor penyebab. Ambil kata setiap taksi harus menyetor 210.ooo per hari. Ketatnya persaingan antar armada taksi sekarang, bisa mengakibatkan setoran tersebut tidak terpenuhi atau kalau pun terpenuhi sang sopir tidak punya uang lagi yang bisa dibawa pulang ke rumah. Kalau ini sering terjadi, bisa jadi pada akhirnya si sopir nekad untuk merampok penumpangnya sendiri bukan?

Namun, terlepas dari masalah di atas, masalah pertaksian di Jakarta memang selalu mengundang kontroversi, seperti moda transportasi lainnya. Contoh kasus, para pengelola selalu mengeluh bahwa tarif yang berlaku sekarang tidak cukup untuk menjalankan roda bisnis mereka, tapi anehnya, armada taksi baru selalu bermunculan. Apa mungkin, kalau tidak menguntungkan, mereka mau terjun ke bisnis bernilai milyaran ini?

Yang terjadi sebenarnya adalah, pemerintah dan pengelola taksi tarik ulur kebijakan sementara nasib sopir taksinya kurang diperhatikan. Mau bukti? Lihat saja kebijakan baru yang dilakukan Blue Bird Group. Setelah menaikkan tarif sesuai batas atas yang dikeluarkan Pemda DKI Jakarta, mereka juga mengambil kebijakan yang kurang menguntungkan sopir taksi: subsidi BBM dihapuskan sementara setoran harian dinaikkan. Bukankah ini namanya mencekik leher sopir taksi?

Kalau mau jujur, bukankah ekspansi bisnis Blue Bird Group di luar pertaksian dimodali oleh keuntungan dari taksi-taksi mengelilingi Jakarta setiap harinya? **