Saturday, June 04, 2005

Money Talk, But Remember The Rules!

Kebebasan berekspresi. Ini lah salah satu yang ingin dicari orang ketika datang ke suatu tempat hang out. Mau goyang asoy-geboy, kek! Mau mabok, kek! Silahkan aja. Mo tampil minim juga boleh-boleh aja. Bahkan di tempat-tempat tertentu, yang namanya narkoba bukan barang haram. Anda bisa beli di security atau ke waiter-nya. Atau pengin dapat "guling idup" juga bisa, tergantung seberapa banyak isi kocek Anda! Benar-benar surga kebebasan!

Tapi, bahkan surga pun punya aturan mainnya sendiri. Sekali aturan ini dilanggar, hampir bisa dipastikan tempat dugem tersebut akan kehilangan crowd-nya secara perlahan-lahan. Kesadaran inilah sepertinya yang coba diterapkan di Dragonfly, salah satu tempat hang out papan atas di negeri ini.

Sayangnya, kesadaran akan aturan main ini belum menjalar ke crowd itu sendiri. Dalam beberapa kesempatan pihak security Dragonfly terpaksa tidak mengijinkan dugemer masuk karena tidak mematuhi dress code yang sudah ditetapkan. Salah satu korbannya adalah Moammar Emka, salah seorang "pakar" dunia gemerlap. Beberapa waktu lalu harus pulang dengan hati mangkel karena ditolak masuk. Alasannya, Emka memakai sandal, sesuatu yang haram hukumnya di Dragonfly.

Yang terjadi kemudian adalah, seperti yang dituturkan seorang teman, Emka berkoar-koar di luar menjelek-jelekkan Dragonfly.

Saya sempat terkejut juga mendengarnya. Masak sih seorang Emka, yang pakar dugem itu tidak tahu arti pentingnya aturan main dalam bisnis hiburan malam? Image itu penting, terlebih ketika persaingan kian ketat. Duit tidak selalu berarti segalanya. Money talk, but remember the rules!

Terus terang saja, respek saya sama Emka jadi berkurang karena kasus ini. Bisa jadi ia, dengan dandannnya selama ini diterima saja ke tempat hang out mana pun ia pergi.

Saya juga jadi mempertanyakan kepakaran Emka. Bayangkan saja, sekali waktu, ia menjelek-jelekkan Dragonfly di hadapan beberapa orang, dan salah satunya adalah pemilik Dragonfly--yang ia tidak tahu sama sekali. Gile, nggak! Dragonfly sudah begitu terkenalnya, dan ia tidak tahu siapa pemiliknya!? Jangan-jangan Emka memang hanya pakar dunia malam khusus berbau "lendir." ***

Thursday, June 02, 2005

Ojek Tak Pernah Salah!

Tadi malam, saya pulang ke rumah naik bis. Menjelang Bulak Kapal, tiba-tiba saya mendengar suara orang teriak-teriak di luar sembari menggedor-gedor pintu bis dengan kerasnnya. Saya yang sedang asyik mendengar musik lewat earphone sontak berdiri. Saya pun bertanya ke teman sebelah apa yang terjadi. Ternyata, bis yang saya tumpangi tidak sengaja menyenggol ojek ketika mau menurunkan penumpang dan pengojek serta rekan-rekannya nggak mau terima.

Perang mulut antara pengojek dan kernet serta sopir bis makin terdengar nyaring. Tiba-tiba sebongkah batu meluncur melewati jendela sopir yang terbuka. Untungnya ia hanya keserempet. Tidak berapa lama kemudian, di pintu masuk depan, tempat kernet sedang berdebat dengan seorang pengojek, bogem mentah pun mengenai mukanya.

Untunglah, lampu hijau nun agak jauh di depan sana menyala, bis pun mulai meluncur lagi. Saya sendiri sudah merasa tidak enak hati. Sepertinya persoalan belum selesai begitu saja. Ketika mendekati lampu lalu lintas yang kembali menyala merah, para pengojek terlihat mulai berkerumun dan satu dua orang berteriak-teriak. Satu per satu penumpang turun, termasuk saya.

Ketika penumpang sudah kosong, tinggal kernet sama supir, tiba-tiba tiga orang pengojek merangsek naik ke atas bis sembari mendorong kernet yang ada di pintu. Seorang di antaranya saya lihat memberi bogem mentah beberapa kali. Untunglah ada beberapa orang yang menyusul naik dan melerai. Walaupun begitu, ribut mulut terus berlangsung.

Lagi-lagi untung, lampu menyala hijau lagi. Bis pun kembali meluncur dan tidak satu pun pengojek yang mengejar.

Saya nggak habis pikir, bagaimana mungkin, para pengojek itu tidak sadar bahwa yang salah adalah mereka? Padahal sudah terang-terang mereka yang mengejar-ngejar bis sembari menyorongkan ojeknya semepet mungkin ke bis, berharap penumpang yang turun akan langsung memilih mereka. Saya sudah sering melihat, aksi mereka yang membahayakan itu dan selalu kesal dibuatnya. Dan ketika benar-benar kejadian, tak satu pun para pengojek itu yang merasa bersalah, malah merasa benar.

Oke lah ini masalah periuk nasi di rumah, tapi tetap saja, itu bukan berarti mereka punya hak untuk mengejar-ngejar bis seenak udel dan kalau terjadi sesuatu sopir bis yang disalahkan.

Saya selalu merasa senang kalau kernet bis selalu mengingatkan penumpang yang turun supaya memilih ojek yang berhenti di pinggir jalan saja. Kalau saja semua penumpang menaati nasihat ini, saya yakin, ulah tak senonoh para pengojek itu tidak akan terjadi lagi. Tapi, dasar orang Indonesia, selalu pengin gampangnya saja. Tidak mau repot-repot barang empat lima langkah, maunya turun langsung dapat ojek.

Kalau begitu caranya, ya... ojek tak pernah salah!! Yang salah adalah penumpang yang tak tau diri!!! ***

Monday, May 30, 2005

Kartu Askes

Tadi pagi, istri saya cerita tentang nasib pilu sebuah keluarga, yang berobat ke tempat ia bekerja di rumah sakit, yang terletak di daerah Tambun, Bekasi. Alkisah, ada seorang perempuan yang harus dioperasi karena pendarahan setelah seminggu usai operasi caesar. Ia datang bersama suaminya. Ketika mengurus administrasi, ternyata, kartu Askes sang istri ketinggalan di taksi. Sang suami langsung kalap. Maksud hati mengejar taksi, malah jidatnya harus dijahit 23 jahitan karena terantuk pintu kaca UGD yang hancur berkeping-keping.

Sang suami pun akhirnya meminta adik istrinya untuk mengejar. Lagi-lagi bencana datang. Si adik ipar malah kecelakaan. Ia pun harus masuk ICU dengan kondisi kritis.

Percobaan yang harus dialami sang suami sungguh tak terperikan beratnya. Hanya berselang beberapa menit Sang Khalik menjemput kakak-beradik itu, istri dan adik iparnya. Ia hanya bisa bengong di pelataran ICU.

Mendengar cerita istri sayaa, sungguh saya sangat sedih. Hanya karena kartu Askes yang tertinggal di taksi, dua nyawa harus melayang. Sialnya lagi, konon, pihak rumah sakit meminta si Bapak untuk mengganti rugi pintu kaca UGD, yang nilainya sekitar tujuh juta rupiah!

Tuhan memang selalu punya rencana sendiri terhadap umatnya. Tapi, rencana Tuhan terhadap si Bapak sungguh di luar kemampuan nalar saya untuk memahami. Hanya karena kartu Askes, dua nyawa melayang dan si Bapak harus ganti rugi jutaan rupiah pula!!

Ooh..... keadilan... di mana kah kau berada!? Mengapa Tuhan tidak mengetuk hati pengelola rumah sakit tersebut untuk membebaskan si Bapak dari ganti rugi!? Tuhan...!! Keadilanmu seringkali menyesakkan!!! ***